Senin, 20 April 2015

Pentingnya Moralitas Dalam Dunia Pendidikan





Jika melihat masyarakat kita sekarang ini maka akan timbul pertanyaan, mengapa banyak sekali masyarakat Indonesia yang bertingkah laku dan berkelakuan negatif, paadahal tidak jarang dan bahkan bnayak para pelaku itu mempunyai pendidikan yang tinggi. Kalau dilihat dari faktor pendidikan, seharusnya seseorang yang mempunyai pendidikan tidak akan bertindak yang bukan-bukan dan bisa menjadi contoh bagi orang lain disekitarnya yang mungkin kurang dalam hal pendidikannya. Tapi mengapa kelakuan atau akhlak mereka tidak lebih atau bahkan jauh berada dibawah dari orang yang tidak berpendidikan.
Mungkin hal inilah yang menjadi kekhawatiran para tokoh-tokoh dunia, seperti Mahatma Gandhi yang memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter). Begitu pula, Dr. Martin Luther King yang pernah berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat). Bahkan pendidikan yang menghasilkan manusia berkarakter ini telah lama didengung-dengungkan oleh tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, dengan pendidikan yang berpilar kepada Cipta, Rasa dan Karsa. Bermakna bahwa pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga mengasah afeksi moral sehingga menghasilkan karya bagi kepentingan ummat manusia.
Setiap anak yang tumbuh dan berkembang, sebelum ia mengalami proses pendidikan di sekolah, sejatinya berasal dari rumah tempat ia menjalani hari-harinya bersama keluarga. Karena itu orangtualah yang memegang peran yang sangat penting dalam hal pendidikan anak, walaupun ada beberapa kondisi yang menyebabkan anak tidak bisa mendapatkan pendidikan dari orang tuanya, seperti anak yatim piatu semenjak lahir, anak yang dibuang oleh orang tuanya dan lainnya. Tetapi dalam kondisi normal, orang tua merupakan pendidik anak yang pertama dan utama. Bahkan dalam Al-Qur’an serta Sunnah banyak sekali ditegaskan tentang pentingnya mendidik anak bagi para orang tua. Anak yang terdidik dengan baik oleh orang tuanya akan tumbuh menjadi anak yang pandai menjaga dirinya dari pengaruh buruk lingkungan, karena ia telah dibekali oleh ilmu tentang hidup dan kehidupan yang di dalamnya terdapat ilmu yang paling bermanfaat yaitu ilmu agama.
Pendidikan di Indonesia pada saat ini cenderung lebih mementingkan aspek akademis tanpa menghiraukan akhlak dan moral para peserta didik. Sebagai contoh, seseorang murid SMU yang nakal dan sering tawuran dapat lulus dari SMU dan meneruskan keperguruan tinggi hanya karena nilainya mencukupi standar kelulusan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Kemudian apa yang akan terjadi apabila Negara Indonesia ini dipimpin oleh orang yang hanya mempunyai nilai akademis yang tinggi tapi tidak bermoral. Hal itu bisa dilihat dalam media masa yang sering memberitakan banyak kasus KKN yang membelit para pemangku negeri ini. Banyak pejabat yang diberi tanggung jawab oleh masyarakat malah meyalahgunakan wewenangnya, ini menunjukan moral orang Indonesia banyak yang masih randah meskipun pendidikannya sudah tinggi dan lebih buruknya yang melakukan adalah orang setingkat mentri dan gubernur.
Hal ini sangat miris sekali mengingat Indonesia dahulu seperti diceritakan sebelumnya adalah bangsa dengan segudang karakter yang baik, namun sekarang kenyataannya terbalik. Ada yang salah tentunya disini. Entah apa dan siapa yang patut dipersalahkan. Akan tetapi, siapapun tentu tak ingin dijadikan tersangka atas semua hal ini. Tak ada jalan terbaik kecuali kita semua bersama-sama mulai dari hal yang kerap dianggap remeh untuk melakukan perbaikan terhadap karakter bangsa ini. Bila dibiarkan lebih jauh bukan tidak mungkin kita akan kehilangan jati diri kita sebagai bangsa yang berkarakter.
Salah satu solusi atas kekhawatiran kita terhadap kondisi bangsa ini adalah menggalakan pendidikan karakter sejak sekarang. Sebuah upaya yang bisa kita lakukan untuk mengurangi degradasi moral yang kini tengah melanda. karakter itu sama halnya dengan akhlak di dalam Islam. Karakter dapat dikatakan sebagai tindakan refleks yang dilakukan seseorang tanpa butuh perenungan dan pemikiran terlebih dahulu yang merupakan buah dari kebiasaan-kebiasaan terdahulu, baik itu kebiasaan baik maupun buruk. Kebiasaan tersebut berakumulasi hingga menjadi karakter. Dengan memahami batasan karakter tentu kita akan mudah memahami pengertian pendidikan karakter.
Pendidikan karakter dapat dipahami sebagai sebuah proses penginternalisasian nilai-nilai karakter agar dipahami oleh objek pendidikan karakter tersebut sehingga mampu tercermin dalam prilakunya sehari-hari. Pendidikan karakter tidak terbatas hanya teori saja melainkan yang diharapkan adalah tindakan nyata berupa pembiasan-pembiasan yang ujungnya mengkristal di dalam dirinya berupa karakter-karakter baik.
Penerapan pendidikan karakter dalam rangka mewujudkan moral bangsa yang baik perlu dukungan dari berbagai pihak dan pihak yang paling central tentunya adalah pemerintah itu senddiri. Namun, kita semua dengan latar belakang profesi yang berbeda pun bisa ikut berkontribusi dalam hal ini. Guru memang menempati posisi paling strategis sebagai aktor yang bisa menularkan virus-virus pendidikan karakter ini kepada para siswanya. Dalam penyampaian bahan pembelajaran apabila guru sadar dan memiliki rasa tanggung jawab tinggi bisa diselipkan pendidikan karakter. Mengajak siswa berlaku jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain ini tanpa disadari merupakan upaya nyata menerapkan pendidikan karakter.

Penulis :
Nur Hadi (1320410045), Mahasiswa Program Pasca Sarjana Program studi pendidikan Islam Konsentrasi Pendidikan Agama Islam semester 1, PAI kelas C.
Di susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Politik dan Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia, Dosen Pengampu : Dr. Hamdan Daulay, M. Si