Pendidikan Sebagai Media Pengembangan Kualitas
Bangsa
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Politik dan Kebijakan Pendidikan
Islam di Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. Hamdan Daulay, M. Si
Disusun Oleh :
NIM : 1320410045
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
A. Pendahuluan
Dunia
pendidikan akhir-akhir ini menjadi perhatian banyak kalangan khususnya di
negara sedang berkembang. Pada awal melakukan pembangunan ada pertentangan
prioritas untuk membangun sarana prasarana fisik, ekonomi dan nonfisik
(pendidikan). Kepentingan fisik umumnya lebih menonjol dibandingkan dengan
kepentingan yang lain di awal melakukan pembangunan. Hal ini didasarkan oleh
kepentingan terhadap kemudahan menilai keberhasilan suatu bangsa.
Tujuan
pendidikan yang kita harapkan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap, mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar dapat
berperan aktif dalam seluruh lapangan kehidupan, cerdas, aktif, kreatif,
terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral tinggi, demokratis dan toleran dengan
mengutamakan persatuan bangsa dan bukannya perpecahan.
Pendidikan
sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi pendidikan tidak
jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi
pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran
jelas dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam
subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian
untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Sudah seharusnya sistem pendidikan tidak boleh jalan di tempat, namun setiap
perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang mantap dalam menjawab
tantangan zaman.
Pembangunan
fisik mudah ditargetkan dari segi waktu dan nampak nyata hasilnya sehingga
mudah melakukan pengukurannya. Sebaliknya pembangunan yang menyentuh di bidang
kemampuan manusia sulit ditargetkan dalam waktu yang singkat. Disamping itu
juga sulit diukur karena hasil pendidikan adalah kemampuan manusia yang didik,
dimana kemampuan seseorang itu berkembang terus seiring dengan perjalanan
hidupnya.[1]
B. Pendidikan
kunci kualitas bangsa
Secara filosofi Socrates menegaskan bahwa pendidikan
merupakan proses pengembangan manusia ke arah kearifan (wisdom), pengetahuan
(knowledge) dan etika (conduct). Sehingga membangun aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik secara seimbang dan berkesinambungan adalah nilai pendidikan yang
paling tinggi.[2]
Pendidikan merupakan sarana
strategis untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa, karenannya kemajuan suatu
bangsa dapat diukur dari kemajuan pendidikannya. Kemajuan beberapa negara di
dunia ini tidak terlepas dari kemajuan yang di mulai dari pendidikannya,
pernyataan tersebut juga diyakini oleh bangsa ini. Karena itu pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan
bermutu yang memiliki pengetahua, menguasai teknologi dan mempunyai kemampuan
tekhis yang memadai. Pendidikan juga harus menghasilkan tenaga-tenaga
profesional yang memiliki kapasitas dan kapabilitas kemampuan berwirausaha yang
menjadi salah satu pilar utama aktivitas perekonomian nasional. Bahkan peran
pendidikan menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing
nasional dan membangun kemandirian bangsa, yang menjadi prasyarat mutlak dalam
memasuki pesaingan antar bangsa.[3]
Dengan jumlah pendudukan yang
banyak setidaknya pemerintah dapat memberdayakannya sebagai kekuatan perubahan
bagi bangsa ini, dengan cara memberi perhatian ekstra kapada peningkatan SDM.
Jika pemerintah bisa menggarap dengan sebaik-baiknya, maka peningkatan kualitas
sumber daya manusia akan benar-benar terwujud dan bangsa ini akan maju.
Jadi sangat disayangkan apabila jumlah penduduk itu disia-siakan begitu saja.
Pemerintah juga sangat memprioritaskan masalah pendidikan, yang dapat dibuktikan
dengan adanya UUD 45 pasal 31 ayat 4 yang berbunyi “negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan
belanja serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggara pendidikan” bagi masyarakat.
Memang pemerintah telah
memprioritaskan masalah pendidikan dengan mendirikan banyak sekolah negeri,
bahkan pernah dicanangkan program sekolah harus didirikan pada setiap
kecamatan, dari sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas. Hal ini untuk
memberikan kesempatan masyarakat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah
tersebut, kesempatan memang terbuka lebar untuk mengikuti proses belajar di
sekolah negri, tetapi semua itu menjadi sesuatu yang kontradiksi saat mereka
harus menyetor sejumlah dana agar dapat mengikuti pendidikan di sekolah negeri
tersebut.
Bantuan operasional sekolah (BOS)
yang sering canangkan oleh pemerintah ternyata kurang bisa membantu masyarakat
miskin untuk menikmati bangku sekolah, BOS justru digunakan oleh beberapa
sekolah untuk menarik sumbangan dengan berbagai alasan mengapa mereka harus
menyetorkan sejumlah dana ke sekolah, bukan lagi dengan bunyi sebagai uang
gedung, akan tetapi dengan nama lainnya, yang sebenarnya hanya untuk mengelabui
masyarakat, sehingga orang miskin banyak yang menjadi korban diskriminikasi
pendidikan dinegrinya sendiri. Padahal pendidikan adalah hak semua lapisan tak
terkecuali orang miskin yang menjadi mayoritas Negara ini. Itulah yang harus
menjadi “PR” bagi pemerintah untuk lebih menekankan kembali masalah pendidikan
agar dapat terealisasikan dengan baik, sehingga tidak terjadi “yang kaya
semakin pintar sedangkan yang miskin tetep bodoh”.
Pengembangan
sumber daya manusia adalah proses peningkatan pengetahuan, keahlian (skill)
dan kemampuan manusia hidup bermasyarakat. Dari sudut pandang seorang ahli
ekonomi, efektivitas dari investasi sumber daya manusia adalah adanya hasil
pertumbuhan ekonomi. Oleh ahli politik, pengembangan sumber daya manusia untuk
menjadikan manusia ahli di bidang politik. Dengan demikian konsep pengembangan
sumber daya manusia tergantung dari mana kita melihatnya, dimana semuannya itu
terkait dengan pendidikan.[4] Pendekatan dari sudut ekonomi
menunjukan betapa pentingnya faktor manusia dalam pengembangan ekonomi.
Kehidupan ekonomi menjadi sangat penting dalam berkehidupan bernegara. Karena
itu negara wajib mengembangkan kemampuan sumber daya manusianya sebagai aset
untuk perkembangan ekonominya. Pendekatan ekonomi dan tenaga kerja menjadi
sangat penting dalam pandangan tersebut.[5]
Namun pada kenyataannya, sistem
pendidikan Indonesia belum menunjukkan keberhasilan yang diharapkan. Pendidikan
di Indonesia masih belum berhasil menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang
handal apalagi sampai taraf meningkatkan kualitas bangsa. Krisis multidimensi
yang dialami bangsa ini diyakini banyak kalangan akibat gagalnya sistem
pendidikan yang digunakan, juga merosotnya indeks pembangunan manusia (IPM)
atau Human Deveopment Index (HDI) Indonesia tidak terlepas dari
rendahnya kualitas pendidikan di negeri kita ini.
Dalam suatu studi internasional
menunjukan bahwa Indonesia termasuk negara yang paling parah tingkat
korupsinya. Hal ini merupakan salah satu kegagalan pendidikan nasional serta
tidak adanya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan kehidupan
ekonomi dan politik. Masalah-masalah ini menunjukan pula kepada kita bahwa
transformasi yang kita inginkan haruslah melingkupi seluruh aspek kehidupan
masyarakat yaitu transformasi politik, ekonomi, hukum dan pendidikan. Tidak
mungkin terjadi transformasi politik tanpa transformasi pendidikan dan
seterusnya tidak mungkin terjadi ransformasi pendidikan tanpa transformasi
politik dan ekonomi.[6]
Setiap sistem pendidikan yang
sehat selalu berusaha memahami zamannya dan berusaha pula memenuhi tuntutan-tuntutannya.
Setiap sistem pendidikan yang baik selalu berusaha mempersiapkan masyarakat
yang dilayaninya mengembangkan wawasan-wawasan baru untuk mengakomodasi
perubahan-perubahan yang tampak akan datang. Interaksi antar sekolah dengan
masyrakat seperti ini akan melahirkan watak yang dinamis pada sistem
pendidikan. Dinamika ini tercermin pada perubahan-perubahan yang terjadi dan
dilakukan oleh sekolah-sekolah yang terdapat dalam sistem pendidikan tadi.
Transformasi pendidikan merupakan
perubahan wajah dan watak yang terjadi pada sistem pendidikan sebagai akibat
dari interaksi tersebut. Sistem pendidikan kitapun telah mengalami
transformasi. Sekolah-sekolah di Indonesia mengalami perubahan wajah dan watak
dari zaman ke zaman. Wajah dan watak yang diperlihatkan oleh sistem pendidikan
kita pada zaman kolonial dahulu berbeda dengan zaman-zaman setelahnya. Namun
kita tidak akan sadar jika kita tidak melihat kebelakang perubahan yang sudah
terjadi. [7]
C.
Pendidikan di Indonesia
Bidang pendidikan memang menjadi
tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Meskipun demikian pendidikan kita masih banyak melahirkan paham berbeda dengan
tuntutan dunia kerja dan integritas suatu bangsa. Anak didik kita ketika keluar
atau menyelesaikan program pendidikan, seolah berada di ruang yang tidak
tersentuh oleh realitas kehidupan yang mereka pelajari di sekolah-sekolah,
mereka merasa asing dengan lingkungan sekitar mereka.
Pelajaran yang mereka pelajari
sewaktu masih di bangku sekolah seolah asing dan tidak sejalan dengan alur
kehidupan realitas keseharian mereka, mereka terasing dengan kehidupan realitas
yang sangat kontras dengan pelajaran yang tidak pernah mereka pelajari di
sekolah-sekolah. Dengan rasa keterasingan ini, akhirnya mereka mencoba mencari
sesuatu akifitas yang dapat membantu mereka keluar dari rasa itu dan akhirnya
pergaulan bebas, penyalahgunaan obat-obatan terlarang menghiasi aktifitas
keseharian mereka.
Salah
satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para
pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan
kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik
kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak
bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut
ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan
memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada
dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Perbaikan kesejahteraan
guru bukan satu-satunya variable yang dapat memperbaiki kinerja guru tetapi
masalah pendidikan saat ini yakni masalah kualitas itu sendiri, baik kualitas
keilmuannya atau kualitas hidupnya. Namun tidak dapat dipastikan dengan
perbaikan kesejahteraan guru akan memperbaiki kualitas keilmuan guru. Tapi
dengan kesejahteraan yang memadai maka guru lebih konsentrasi pada
tugas-tugasnya dan berkesempatan untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber
informasi penunjang yang diperlukan.[8]
Selain itu kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan kita semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada
pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Selain itu pendidikan
tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. kurikulum dibuat di Jakarta dan
tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah atau daerah.
Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan
lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas.
Pendidikan
pada masa Orde Baru (Orba)
Pada era orde baru, pendidikan di
semua jenjang lebih mementingkan aspek kognitif (intelegensi quotient).
Sedangkan aspek afektif (emosional quotien atau sistem nilai), sangat
ditelantarkan. Dalam skala mikro, proses pembelajaran di hampir semua jenjang
pendidikan hanya memusatkan perhatiannya pada kemampuan otak kiri peserta
didik. Sebaliknya, kemampuan otak kanan kurang di tumbuh kembangkan dan bahkan
dapat juga dikatakan tidak pernah dikembangkan secara sistematis.
Dengan kondisi itu, menyebabkan
pendidikan nasional kita tidak mampu menghasilkan orang-orang mandiri, kreatif,
memiliki integritas dan orang-orang yang mampu berkomunikasi secara baik dengan
lingkungan fisik dan sosial serta komunitas kehidupan mereka (peserta didik).
Akibatnya, dilihat dari tingkat pendidikan tinggi, pengangguran sarjana yang
secara formal termasuk kelompok terpelajar atau terdidik semakin banyak dan
meluas.
Dalam bidang
pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang
sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar.
Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari
segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting
pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa
memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata
banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde baru mengusung
ideologi “keseragaman” sehingga kesulitan untuk maju dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN,
menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik. EBTANAS atau
evaluasi belajar tahap akhir nasional banyak diprotes oleh masyarakat karena
dengan system EBTANAS maka siswa hanya dilatih untuk mengejar angka NEM atau
Nilai EBTANAS Murni. Sehingga pelajaran yang
tidak di ujiankan diabaikan sama sekali oleh para siswa dan guru.[9]
Sebenarnya masalah tersebut tidak hanya terjadi pada masa orde baru saja namun
masa sekarang juga masih terjadi dan menjadi kritikan bagi pemerintah.
Selain itu, masa ini juga
diwarnai dengan ideologi militeralistik dalam pendidikan yang bertujuan untuk
melanggengkan status quo penguasa. Pendidikan militeralistik diperkuat
dengan kebijakan pemerintah dalam penyiapan calon-calon tenaga guru negeri. Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi
manusia “pekerja” yang kelak akan berperan sebagai alat penguasa dalam
menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk
mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas
mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
Pendidikan di Era Sekarang
Pendidikan Indonesia saat ini
merupakan hasil dari kebijakan politik pemerintah Indonesia selama ini. Mulai
dari pemerintahan Soekarno (orde lama), Soeharto (orde baru), Habibie (orde
reformasi) KH. Abdurrahman Wahid (orde transisi) Megawati (orde transformasi)
dan yang sekarang, SBY (orde reorientasi dan rekonsiliasi). Di lihat dari
realitas praktisnya, pendidikan kita masih mementingkan pendidikan yang
bersifat dan berideologi materialisme-kafitalis.
Materialisasi atau proses
menjadikan semua yang bernilai materi telah masuk di segala sendi sistem
pendidikan Indonesia. Sendi-sendi yang di masuki bukan hanya materi pelajaran,
pendidik, peserta didik, manajemen, dan lingkungan, tetapi tujuan pendidikan
itu sendiri. Jika tujuan pendidikan telah mengarah kepada hal-hal yang bersifat
materi, maka apa yang dapat diharapkan dari proses pendidikan tersebut.
Materi pelajaran kita (kurikulum)
dibuat sedemikian rupa dan di arahkan agar peserta didik dapat atau mampu mendapatkan pekerjaan yang
dapat menghasilkan pendapatan yang besar. Kurikulum tersebut dibuat dan
direncanakan dengan sistematika yang sedemikian rupa dan untuk mengikutinya
dibutuhkan biaya yang sangat besar. Jika dalam proses memperolehnya saja
peserta didik harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar, maka dapat
dibayangkan; setelah mereka memperoleh pengetahuan tersebut mereka juga akan
berupaya bagaimana dana dalam jumlah yang besar tadi dapat kembali dan tentunya
juga berupaya untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya. Pendidikan nasional
kita menghadapi masalah diantaranya pendidikan kita telah terjebak pada pola
kapitalistik dalam arti transaksi dengan siswa semakin mahal. Pendidikan hanya
untuk kaum yang punya dan yang menengah kebawah seperti tersisihkan.[10]
Di era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan
kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner.
Bentuk kurikulum menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan
pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada
masa ini pemerintah menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia, dengan
ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pemerintah
memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi
kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem
“Kurikulum Berbasis Kompetensi”. Reformasi pendidikan apabila desentralisasi
pendidikan meminta sumber daya manusia yang banyak dalam bidang kurikulum.
Kurikulum yang terdesentralisasi meminta banyak pakar sebagai ahli kurikulum
untuk penyusunannya, berbeda dengan kurikulum yang tersentralisasi yang cukup
dikerjakan oleh beberapa ahli saja di belakang meja namun tidak dapat berfungsi
apabila dalam masyarakat yang pluralistis.[11]
Namun pendidikan di masa reformasi
juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Karena, pemerintah belum memberikan
kebebasan sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan lokal, misalnya penentuan kelulusan siswa masih diatur dan
ditentukan oleh pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur posisi
siswa sebagai subjek yang setara dengan guru, namun dalam pengaplikasiannya,
guru masih menjadi pihak yang dominan dan mendominasi siswanya, sehingga dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan proses pendidikan Indonesia masih jauh dari
dikatakan untuk memperjuangkan hak-hak siswa.
Permasalahan
pendidikan di Indonesia
Nandika
Sekretaris Jenderal Depdiknas, mengemukakan bahwa masalah dan tantangan yang
dihadapi di bidang pendidikan di Indonesia antara lain :
1. Tingkat pendidikan masyarakat relatif rendah.
2. Dinamika perubahan struktur penduduk belum
sepenuhnya terakomodasi dalam pembangunan pendidikan.
3. Kesenjangan tingkat pendidikan.
4. Good governance, kepemimpinan yang belum
berjalan secara optimal.
5. Fasilitas pelayanan pendidikan yang belum
memadai dan merata.
6. Kualitas pendidikan relatif rendah dan belum
mampu memenuhi kompetensi peserta didik.
7. Pendidikan tinggi masih menghadapi kendala
dalam mengembangkan dan menciptakan IPTEK.
8. Manajemen pendidikan belum berjalan secara
efektif dan efisien.
9. Anggaran pembangunan pendidikan belum tersedia
secara memadai.
Permasalah
tersebut merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh negara berkembang
termasuk Indonesia. Peranan pendidikan bila dikaji secara ekonomi, maka akan
memberikan kontribusi terhadap peranan pemerintah dan masyarakat terhadap
dampak yang akan dialami negara Indonesia dalam jangka panjang kedepan dengan
kebijakan pembangunan pendidikan sebagai dasar pembangunan negara.
Pelaksanaan
kebijakan otonomi dan desentralisasi dalam manajemen pembangunan pendidikan
masih dirasakan belum optimal. Walaupun kewenangan setiap tingkatan pemerintah
telah diatur melalui PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan
Penidikan antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten atauKota, namun pada tatanan pelaksanaannya masih kurang memberikan
makna imperatif bagi masyarakat. Ada kecenderungan bahwa setiap kebijakan dalam
aspek pembaruan pendidikan semakin sulit diapresiasi dan dilaksanakan karena
tidak jelas referensinya.[12]
Dalam
peningkatan peran pendidikan perlu ditekankan pada upaya perluasan dan
pemerataan pendidikan, mutu dan relevansi pendidikan serta governance dan
akuntabilitas. Ketiga program tersebut merupakan upaya untuk pembangunan
pendidikan secara merata untuk seluruh wilaya Indonesia, sehingga
ketertinggalan dibidang peningkatan mutu SDM dapat ditingkatkan sehingga tidak
tertinggal dengan kemajuan di antara negara-negara Asia Pasifik.[13]
Dengan jelas dirumuskan bahwa misi pendidikan ialah menciptakan suatu sistem
dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu dalam rangka
mengembangkan kualitas sumber
daya manusianya serat sebagai sarana mengembangkan kualitas bangsa Indonesia.
D.
Kesimpilan
a. Pendidikan
sebagai kunci kualitas bangsa
Pendidikan merupakan sarana
strategis untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa, karenannya kemajuan suatu
bangsa dapat diukur dari kemajuan pendidikannya. Kemajuan beberapa negara di
dunia ini tidak terlepas dari kemajuan yang di mulai dari pendidikannya. Karena
itu pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan
bermutu yang memiliki pengetahua, menguasai teknologi dan mempunyai kemampuan
tekhis yang memadai. Pendidikan juga harus menghasilkan tenaga-tenaga
profesional yang memiliki kapasitas dan kapabilitas kemampuan berwirausaha yang
menjadi salah satu pilar utama aktivitas perekonomian nasional.
Sistem pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya menunjukkan
keberhasilan yang diharapkan. Pendidikan di Indonesia masih belum berhasil
menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang handal apalagi sampai taraf
meningkatkan kualitas bangsa ini. Masalah-masalah ini menunjukan pula kepada kita
bahwa perubahan yang kita inginkan haruslah melingkupi seluruh aspek kehidupan
masyarakat yaitu perubahan politik, ekonomi, hukum dan pendidikan.
b. Pendidikan di Indonesia
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena kurikulum yang
sentralistik membuat potret pendidikan semakin
buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa
memperhatikan kebutuhan masyarakat. kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak
memperhatikan kondisi di masyarakat bawah atau daerah, yang tentu saja
suasanannya berbeda jauh dengan ibu kota.
Selain itu juga karena lemahnya
para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para
siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan
kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman
dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang
baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata
banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde baru mengusung
ideologi “keseragaman” sehingga kesulitan untuk maju dalam bidang pendidikan. Selain itu pendidikan
di semua jenjang lebih mementingkan aspek kognitif (intelegensi quotient).
Sedangkan aspek afektif (emosional quotien atau sistem nilai) seperti diabaikan. Dalam
bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu
loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres)
Pendidikan Dasar.
Di era reformasi telah
memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan
baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi
berbasis kompetensi. Namun pendidikan di masa reformasi
juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Karena, pemerintah belum memberikan
kebebasan sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan lokal.
Daftar Pustaka
Buchori, Mochtar, Pendidikan Antisipatoris,
Yogyakarta : Kanisius, 2001
Elmubarok, Zaim, Membumikan Pendidikan
Nilai, Bandung : Alfabeta, 2008.
Irianto, Agus, Pendidikan Sebagai Investasi
dalam Pembangunan Suatu Bangsa, Jakarta : Kencana, 2011.
Tilaar. H.A.R. Kekuasaan dan Pendidikan,
Magelang : Indonesia Tera, 2003.
Tilaar. H.A.R. Membenahi Pendidikan
Nasional, Jakarta : Rineka Cipta, 2002.
Suyanto dan abbas, Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa,
Yogyakarta : Adi Cita Karya Nusa, 2001.
Yoyon Bachtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan
Pendidikan: Konsep, teori dan Model, Jakarta :Rajawali Pers, 2011.
[1] Irianto, Agus, Pendidikan Sebagai Investasi dalam Pembangunan Suatu
Bangsa, (Jakarta : Kencana, 2011) hlm. 1.
[3] Yoyon Bachtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan Pendidikan: Konsep, teori
dan Model, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011) hlm. 6.
[4] Irianto, Agus, Pendidikan Sebagai Investasi dalam Pembangunan Suatu
Bangsa, (Jakarta : Kencana, 2011) hlm. 22.
[8]
Suyanto dan abbas, Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa,
(Yogyakarta : Adi Cita Karya Nusa,
2001) hlm. 147.
[10] Istiningsih, Pengembangan Pendidikan Nasional, Menyongsong Masa Depan,
(Yogyakarta : Grafika Indah, 2006) hlm : 1.
[12] Yoyon Bachtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan
Pendidikan: Konsep, teori dan Model, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011) hlm.
1.
[13] Irianto, Agus, Pendidikan Sebagai Investasi dalam Pembangunan Suatu
Bangsa, (Jakarta : Kencana, 2011) hlm. 12.
SEKIAN SEDIKIT ARTIKEL YANG BERASAL DARI MAKALAH SAYA